Sabtu, 17 Oktober 2020

A K U

Entah kenapa di jam-jam sunyi dan tak berpenghuni seperti ini rasanya nyaman sekali untuk membentuk isi dari kepalaku menjadi sebuah kata-kata yang kurasa selalu mengganjal di dalam kepalaku.
Ya...aku merasa selalu ada yang mengganjal setiap lelahku beranjak yang kemudian berubah menjadi desiran bayang-bayangannya. Aku mencoba untuk menangkis semua bayangan itu karena mau bagaimanapun dia telah memilih jalan hidup, dan kurasa dia berhak untuk itu. Tapi aku selalu kalah. Aku kalah untuk menangkis semua bayangannya. Perasaanku terlalu sulit untuk melupakannya. 
"Perasaan apa ini Tuhan, kenapa sulit sekali untuk melupakannya?" lirihku dalam batin yang teramat dalam. 


Sesekali aku ingin menikmati dimana hariku benar-benar bersih dari pikiran tentangnya. Dan jawabannya sudah pasti tidak bisa. Ya aku selalu gagal untuk menghilangkan jejaknya dari alur pikiranku. Tidak jarang aku kesal dengan diriku sendiri karena tak henti-hentinya menghadirkan dia di pikiranku, mengacak-acak isi kepalaku, lalu meninggalkan bekas yang tak bisa lekang. 


Aku ingin sekali membenci dirinya, ingin sekali. Tapi jiwaku lemah untuk hal itu. Aku tidak bisa membencinya. Rasa sayang yang ku miliki terhadapnya lebih besar daripada rasa benciku. 
Aku tidak tau harus berbuat apa ketika aku mendengar dia berkata-kata sedikit kasar padaku di telpon pada waktu itu. Yang ku tahu rasanya sakit sekali mendengar dia berkata seperti itu secara langsung. Aku ingin sekali menangis lalu berteriak dan melemparkan beberapa pukulan padanya untuk meluapkan kekesalanku saat itu. 
Dia tidak pernah tau seberapa banyak usaha dan doa yang kulakan untuknya. 
Untuk menjalani hari-hariku seperti orang normal lainnya. Aku berusaha mengikuti semua maunya, untuk tidak menghubunginya lagi pada waktu itu, ya itu maunya. Dia mau untuk aku tidak pernah lagi menghubungi dan memintaku melupakan semua yang pernah terjadi, yang pernah kami jalani, dan yang pastinya yang pernah kami lukiskan bersama-sama. Aku mengikuti maunya, walaupun dengan perasaan hancur. Dan termasuk saat ini, aku mengikuti maunya lagi dengan perasaan semakin hancur berantakan. 
Aku selalu berdoa yang terbaik untuknya. 


Dia tidak pernah tau bagaimana sakitnya mencoba menghapus semua kenangan manis yang baru pertama kudapat hanya dari dia. Rasanya sakit sekali.....
Tapi diatas segala keputusannya aku selalu mengiyakan dengan ikhlas. Karena aku pun berkaca bagaimana buruknya sifatku yang kadang susah sekali untuk jujur padanya. Walaupun itu aku lakukan semata-mata hanya tidak ingin membuatnya cemas. 


Setiap hari rasanya tidak afdol jika kepalaku tidak memutar memori tentang dia. Kadang aku kesal tapi tak jarang juga aku tertawa sendiri mengingatnya. 
Jujur...Aku juga ingin sekali melihat dia bahagia. Maka dari itu aku juga selalu berusaha untuk melunturkan sedikit demi sedikit semua kenangan bersamanya. Ya walaupun jawabannya sudah pasti sangat susah. Tapi aku berusaha kok. I'm sure but I'm a little doubtful too. 

"Kenapa rasanya susah sekali melupakan orang yang jelas-jelas memintaku untuk melupakannya secara paksa dan kasar" teriakku dalam batin sambil memukul-mukul kepalaku berulang kali dengan pelan. Aku masih tak percaya dengan semua isi yang selalu kepalu ku putar tentangnya. Rasanya ingin sekali menemuinya lalu menatapnya dan juga memeluknya erat sekali. Ahh...lagi-lagi harapanku selalu bercanda pada kenyataan. 
Kenyataan yang harus benar-benar bisa kuterima karena terakhir kali dia mengatakan dan meminta ku untuk mendoakannya dengan pasangan barunya. Ya katanya dia telah menemukan seseorang yang akan diajaknya menuju ke jenjang yang lebih serius. Aku membuang napas parau dan kekesalan yang semakin mendalam sembari meletakkan kepala di sofa dan menengadah ke langit-langit ruang tamu. Aku ingin menangis, memberontak dalam kekesalanku. Tapi jiwaku teralalu rapuh untuk melakukan itu. Bisaku hanya mencoba menerima semua keputusannya dengan baik dan ikhlas pastinya. Mencoba mengatakan dengan tegas dalam batin bahwa dia bukan jodohku. Aku terisak merasakan tak mampu manahan suatu dorongan yang akan keluar pada pelupuk mataku. 


Untuk kesekian kalinya aku menghela napas panjang karena tangisku yang selalu kucoba tahan agar tidak mengeluarkan suara. 
"Serumit inikah perjalanan asramaku Tuhan? Setidak pantas itukah aku bersamanya? Dan Sekacau inikah aku yang selalu berusaha menyembunyikan semuanya?" tanyaku pada Tuhan dengan perasaan hancur. 


Aku merindukannya saat ini walaupun dia..... 
Tidak!









Semoga Bumi berpihak, 
Semesta mendukung dan 
Tuhan mengabulkan.....







              

                                                                 02:30

TAK SEARAH ~

                T erlalu pengecut jika harus kembali bercerita. Semua memang begitu berliku tapi tak tahu dimana kelokannya. Maaf...aku ter...